Perlu kita ketahui bahwa tata cara
shalat malam atau tarawih dan shalat witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam itu ada beberapa macam. Dan tata cara tersebut sudah
tercatat dalam buku-buku fikih dan hadits. Tata cara yang beragam tersebut
semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua tata cara tersebut adalah
hukumnya sunnah.
Maka sebagai perwujudan mencontoh
dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu,
sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Kalau kita hanya memilih salah satu saja
berarti kita mengamalkan satu sunnah dan mematikan sunnah yang lainnya. Kita
juga tidak perlu membuat-buat tata cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengikuti tata cara yang
tidak ada dalilnya.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat
dengan perincian sebagai berikut:
- Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
- Kemudian shalat witir 1 rakaat.
Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani, beliau berkata: “Sesungguhnya
aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam,
maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, Kemudian beliau shalat
2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, kemudian shalat 2 rakaat dengan
bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat
dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2
rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat
2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian
shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2 rakaat
sebelum shalat tarawih.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat
dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.
Hal ini berdasarkan hadits shahih
yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur
langsung bersiwak kemudian berwudhu. Setelah itu beliau shalat delapan rakaat
dengan bersalam setiap 2 rakaat kemudian beliau melakukan shalat witir lima
rakaat yang tidak melakukan salam kecuali pada rakaat yang kelima.”
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat
dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang
diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يُصَلىِّ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَ هِيَ الَّتِي يَدْعُوْ النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلىَ الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ بَيْنَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan shalat malam atau tarawih setelah shalat Isya’ – Manusia
menyebutnya shalat Atamah – hingga fajar sebanyak 11 rakaat. Beliau melakukan
salam setiap dua rakaat dan beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat
dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
- Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.
Berdasarkan hadits shahih yang
diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata:
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ إِحْدَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada
bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam maka
jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi
sekali salam maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat
witir 3 rakaat.” (HR Muslim)
Tambahan: Tidak ada duduk tahiyat
awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena
tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada larangan menyerupai
shalat maghrib.
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat
dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang
diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ (رواه مسلم)
“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak
dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atas kehendak
Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur
langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam
atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang
kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak
salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk
tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa
terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan
shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.”
(HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)
Faedah, Hadits ini merupakan dalil atas:
- Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
- Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
- Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
- Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat
dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang
diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
…ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَأَطَالَ فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدَ ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى نَفَغَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ سِتُّ رَكَعَاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يَشْتاَكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يَقْرَأُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ
“…Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan
berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali
sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus
membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai
akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.”
(HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur membatalkan
wudhu
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat
dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang
diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits no.5 beliau berkata: “Maka
tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka
beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Dan beliau melakukan
shalat 2 rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau melakukannya pada tata
cara yang pertama (dengan duduk). Sehingga jumlah seluruhnya 9 rakaat.”
(HR. Muslim 1233)
Disunnahkan pada shalat witir
membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat
al-Ikhlas pada rakaat yang kedua dan membaca surat al-Falaq atau an-Naas pada
rakaat yang ketiga. Atau membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang
pertama dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat yang kedua dan membaca
al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.
Tata cara tersebut di atas semua
benar. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan
cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata
cara tersebut dengan berganti-ganti. Karena bila hanya memilih satu cara
berarti menghidupkan satu sunnah tetapi mematikan sunnah yang lainnya. Bila
melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah
menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin.
Adapun pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu
‘anhu Kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13
rakaat, 21 rakaat dan 23 rakaat. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur
rosyidin setelah Umar radhiyallahu ‘anhu tetapi hal ini khusus di
Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah (sehingga sama sekali tidak bisa
dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah) karena para sahabat memiliki dalil
untuk melakukan hal ini (shalat tarawih lebih dari 13 rakaat). Dalil tersebut
telah disebutkan di atas ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya tentang shalat malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab:
«
مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila
kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Pada hadits tersebut jelas tidak
disebutkan adanya batasan rakaat pada shalat malam baik di bulan Ramadhan
maupun di luar Ramadhan. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka
diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir.
Para ulama berbeda sikap dalam
menanggapi perbedaan jumlah rakaat tersebut. Jumhur ulama mendekati
riwayat-riwayat tersebut dengan metode al-Jam’u bukan metode at-Tarjih
(Metode tarjih adalah memilih dan memakai riwayat yang shahih serta
meninggalkan riwayat yang lain atau dengan kata lain memilih satu pendapat dan
meninggalkan pendapat yang lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah
dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat ini. Metode al-Jam’u adalah
menggabungkan yaitu memakai semua riwayat tanpa meninggalkan dan memilih satu
riwayat tertentu. Metode ini dipilih oleh jumhur ulama dalam permasalahan ini).
Berikut ini beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u)
tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut:
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
- Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
- Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
- Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”
Adapun kaum muslimin akhir jaman di
saat ini khususnya di Indonesia adalah umat yang paling lemah. Kita shalat 11
rakaat (Paling sedikit) dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat
dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!!!
Doa Qunut dalam Shalat Witir
Doa qunut nafilah yakni doa qunut
dalam shalat witir termasuk amalan sunnah yang banyak kaum muslimin
tidak mengetahuinya. Karena tidak mengetahuinya banyak kaum muslimin yang
membid’ahkan imam yang membaca doa qunut witir. Kadang-kadang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal
ini berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي رَكْعَةِ الْوِتْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
terkadang membaca qunut dalam shalat witir.”
(HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)
يَجْعَلُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ
“Beliau membaca qunut itu sebelum
ruku.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud
dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro, Ahmad, Thobroni, Baihaqi dan Ibnu
‘Asakir dengan sanad shahih)
Adapun doa qunut tersebut dilakukan
setelah ruku’ atau boleh juga sebelum ruku’. Doa tersebut dibaca keras oleh
imam dan diaminkan oleh para makmumnya. Dan boleh mengangkat tangan
ketika membaca doa qunut tersebut.
Di antara doa qunut witir yang
disyariatkan adalah:
«
الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِناَ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَباَرِكْ لَناَ فِيْماَ أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ ماَ قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ »
Maraji’:
- Shohih Muslim
- Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
- Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
- Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar